Langsung ke konten utama

Unggulan

Serangkai Kisah


Cairo menampakkan pagi indahnya, azan subuh berkumandang di dekat masjid samping rumahku, aku masih sulit untuk membuka mataku sebab tadi malam baru datang dari asyir. Tapi ku paksa untuk bangun dari tempat tidur yang kelihatannya masih nyaman ku rebahkan tubuhku sekali lagi. Aghh tidak la, saya sudah dipanggil untuk melaksanakan kewajiban, ku beranjak dan mengambil wuduk, nanti membuatku tidak  ngantuk lagi. 

Sebenarnya pagi ini sudah ku persiapkan untuk bangun sepagi munkin, karena ada jadwal sama teman, katanya mau olahraga lari pagi ke nil. Jarak nil dari rumahku sekitar 3 kilo, lumayan untuk menyehatkan badan. Kebetulan selama dua tahun ini aku belum pernah ke sana. Nil masih sama memberikan rasa nyaman terhadap pikiranku dan suasana hatiku seperti yang ku rasakan pertama kali. Ingatanku kembali pada waktu itu. 

Setelah shalat, aku dan dua temanku sudah siap-siap untuk lari pagi, berbagai perlengkapan olahraga sudah kami pakai, mulai dari baju, sepatu, kecuali aku, masih belum punya peralatan, jadi seadanya saja. Pikirku yang penting lari. He yang penting. 

Emang akhir-akhir ini, pikiran terasa tidak menentu arah, kebingungan kadang menghampiri, kita hanya sekolompok orang-orang yang ingin menghilangkan kepenatan, yang selalu dihantui dengan sebongkah masalah dan kesibukan yang tak pernah lepas. Kadang kalau begini cara pikir yang kita gunakan hanya yang penting, mengukur keterbatasan akal yang kita miliki. Ku harap ini yang terakhir aku merasakan hal yang seperti ini. 

Ku mulai bersiap menuju sungai Nil yang hampir dua tahun aku tinggalkan di sana, aku mulai membayangkan wajahku ketika pertama kali aku melihat sungai terpanjang itu, ada rasa kepuasan yang ingin aku tumpahkan, aku bingung, entah rasa apa yang ingin aku buang dan kulupakan. 

Ku berjalan menelusuri komplek warga yang khas seperti kubus kecokelatan, sepi, emang sepi, di waktu pagi emang menjadi waktu favorit warga di sini merebahkan badan mereka, kadang aku mikir bahwa satu kebisaan ini tak layak aku ikuti, mulai aku sampai di Mesir sampai sekarang, aku masih memikirkan hal itu. 

Trotoar dan jalan menjadi pemisah antara satu gedung ke gedung yang lain, di pinggir gedung terlihat kumuh dengan adanya berbagai macam sampah yang orang sini kadang tidak peduli dengan itu, tapi ku mulai senang dengan melihat sebuah Mobil khusus pengangkut sampah mulai bekerja, aku mulai berpikir keindahan Kairo, negeri impianku dulu. 

Aku mulai berlari dari bagian ujung _Kubri_ menuju Jalan Downtown Tharir, setibanya di sana serasa berjalan menelusuri eropa, bangunan khas ala eropa dan jalan yang lebar dengan tata tertib lalu lintas yang tidak acak-acakan, katanya emang arsitektur dari downtown Tahrir ini terinspirasi dari jalan yang ada di eropa. Dan juga patung-patung Menambah keindahan kota kairo dan menghilangkan kepenatan yang aku lalui hari-hari ini, tenang.

Bersambung... 

Komentar

Postingan Populer