Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Chapter I
sebuah pohon lebat menutupi sebagian jalan kota itu turut menyaksikan langkah-langkah para pekerja yang seakan terbirit dikejar sesuatu. Pastinya bukan binatang buas tapi impian atau obsesi untuk kekekalan hidup mereka. Hidup serasa perlombaan tak berujung. Jika bukan dengan orang lain dengan dirinya sendiri.
Aku yang sudah lama termenung memikirkan perbuatan mereka setiap pagi dan hampir sepanjang hari tak ada lelahnya. Apa yang mereka kejar? Tanda tanya itu yang aku pikir tidak ada jawabannya. Yosan; ya kota dengan kepadatan penduduk sekitar dua ratus juta manusia menghirup udara yang sama di negeri ini. Bapak-bapak berbaju ijo setiap pagi membersihkan jalan dengan beberapa lembaran daun yang jatuh. Rata-rata penduduk kota bekerja sebagai karyawan kantor, bisnis kecil-kecilan, ada yang bekerja sebagai paruh baya yang kadang usahanya tergantung pada orang lain.
Jam menunjukkan pukul tujuh, aku masih malas-malasan di kamar. Rasanya tidak ingin aku bangun dan rasanya aku tidak ingin menjalani kegiatan keseharian yang telah lama aku merasa bosen. Setiap hari aku bertemu dengan kata-kata, hitungan dan penjelasan dosen yang sangat membosankan. Menyetel musik munkin lebih enak didengar daripada itu. Tapi anehnya aku masih menjalani itu setiap hari.
"Raf, bangun! Jangan meluk selimut terus, bangun. Udah jam tujuh" suara ibu di balik pintu hampir setiap pagi aku dengar. Hidup berdua dengan ibu emang munkin yang tak ingin ku alami. Bukan karena alasan ibu tapi alasan aku biar bisa hidup sama dengan orang lain yang juga punya bapak selain ibu. Tetapi ibu juga tidak menginginkan hal itu, aku kadang melihatnya menangis sendiri di kamarnya. Aku kadang sedih melihatnya. Untuk itu kenapa aku malas sekolah. Aku ingin langsung bekerja biar tidak membebani ibu.
"Ya, Bu. Bentar lagi. Aku mau mandi dulu". Ku paksa tubuh kurus ini beranjak dari kasur yang rasanya tak ingin ku tinggalkan. Setiap kegiatan yang ku kerjakan, entah kenapa beranjak dari kasur hal tersulit yang pernah ku lakukan. Malasnya kelewatan.
"Sebelum berangkat, makan dulu biar nggak laper di kampus". Aku tidak tahu kenapa ibu masih menyuruh itu padahal aku bisa sendiri dan tak harus diperingati. Entah munkin karena aku anak satu-satunya. Dia sangat memperhatikan betul-betul detail-detail dari setiap aku lakukan. "Ya, Bu." aku timpali perintahnya dengan jawaban judesku.
Habis mandi aku sarapan dan aku siap-siap berangkat. Di jalan depan rumahku ternyata sudah banyak orang sudah bergiatan. Anak kecil yang lari-larian bermain sama teman-temannya. Melihat mereka ingin aku kembali pada masa-masa itu. Rasanya tidak ada beban, tidak ada rasa marah berlebihan. Sekali disakiti tak berujung lama mereka baikan lagi. Tidak dengan orang dewasa, kadang sampai dibawa sampai tua. Alasan itu kenapa aku mandambakan masa-masa itu.
Setiap pagi aku melihat mereka. Mereka sangat bahagia. Sedang aku kelihatan orang susah yang tidak tahu hidup ini mau dibawa kemana. Pikiran berlebihan yang aku alami kadang buat aku melewati kewajaran. Ditambah dengan ekspektasi ibu yang ingin aku jadi orang sukses di masa depan. Hal itu munkin membebani pikiranku.
"Dar" suara nyaring itu membuatku kaget tak kepalang. Sedang asyik-asyiknya nostalgia masa kecil malah dikagetin. Hampir kata-kata kotor lepas dari mulutku. Tapi aku urungkan. Setelah aku membalikkan badan aku merasa beruntung tidak mengucapkan kalimat itu. Ternyata wajah itu tidak asing. Ia dia temanku. Yang selama ini aku....
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar