Apakah aku introvet?

Setelah sekian lama aku pindah-pindah tempat, sudah berapa jerih payah aku berusaha untuk berinteraksi dengan diri sendiri dan lingkungan yang baru, tapi dari kebanyakan tempat itu gagal membuat aku tenang bertempat tinggal. 

Tidak tahu makin ke sini berada dalam suasana keramaian membuat jiwa semangatku hilang. Nongkrong dengan banyak orang jadi hal yang sangat membosankan dan parahnya kadang sampai kena mental. Dan itu sangat mengganggu keadaan jiwa dan jadwal yang sedang aku rencanakan tertunda pada hari selanjutnya. Sungguh sangat menyebalkan dan membosankan. 

Kadang aku mikir apa yang salah dengan aku? Apakah aku sulit untuk berinteraksi sama orang? Atau ini implikasi dari keadaan jiwa yang tidak normal. Berada dalam kesepian malah membuat lebih nyaman dan tenang. Sudah aku rasakan sejak beberapa tahun ini. 

Atau aku butuh paksaan dulu untuk bertahan? Aku pikir dengan memaksaku dengan menjadi orang lain malah lebih menjadikan bukan diriku sendiri. Suatu hal yang dipaksaan kadang berdampak sebaliknya dari kebaikan. Dan aku tidak mengharapkan itu. Ya walaupun kadang paksaan itu mampu membuat orang lebih disiplin.

Dasarnya, aku masih bertanya tentang aku bebas. Apakah bisa aku bisa bebas dalam kehidupan di dunia ini yang sejatinya tidak ada kebebasan mutlak. Kebebasan juga terikat dengan kebebasan orang lain. 

Karenanya, jatuhnya kebebasan yang aku rasakan adalah ketika aku membaca di pojok kamar dengan suasana tenang dan sepi. Itu lebih membuat batinku lebih nyaman. Hal yang paling bebas adalah saat membaca. Ketimbang dari ngobrol dan nonkrong yang tidak jelas. 

Dengan kepribadian seperti itu apakah saya termasuk introvet; menyendiri lebih terasa rilex dari pada keramaian? Emang menenangkan hati akhir-akhir ini memaksaku untuk mencari sendiri. Dan itu lagi lagi membuatku bosan. 

Dan akhirnya, membaca buku dengan ditemani secangkir teh di pagi hari lebih indah dari pada lorong-lorong kendaraan roda empat dua itu. Rindu saat pagi itu.