Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Chapter II
"Ngagetin aja" Teman yang satu ini, sedari dulu hobinya cuma ngagetin temannya, aku adalah korban satu-satunya. Qori' Salsabila, teman sekaligus sahabat dari kecil. Kita sudah dari dulu bermain bersama, petak umpet, kelereng, cari burung di sungai. Agak aneh sih, ya inilah temanku satu ini, rupa perempuan kelakuan laki-laki. Kalau kata anak zaman sekarang tomboy. Pernah suatu saat, dia berkelahi dengan angga, teman cowokku masa kecil, gara-gara angga mengambil kelereng punyanya, angga hampir dilarikan ke rumah sakit karena dahinya berdarah sebab lemparan batu dari Qori tepat sasaran.
"Kau ini ya, hobinya ngagetin terus, tak ada hobi lain apa".
"Ya, aku lakukan itu kan cuma pada kamu" dengan santai dia menimpaliku.
"Kemana saja kamu, Raf? Mau jadi petapa"
"Apaaan"
Sudah beberapa hari ini aku cuma duduk, tidur di kamar, tak pernah keluar rumah, kecuali membeli kebutuhan pokok rumah, itu pun kalau disuruh ibu. Atau ada gempa bumi baru aku keluar dari kamar.
"O ya, gimana kalau kita bolos kuliah dulu?"
Tiba-tiba qori, emang kelakuan anak satu ini
"Tidak, saya harus lulus tahun sekarang"
"tenang saja Raf, kita pasti lulus kok, tenang saja"
"Ya, tapi aku juga bosan keliling sekarang. Kadang suasana sekolah buatku tenang juga, gak berisik, gak ada perkataan orang-orang"
"oke profesor, saya ikut kamu, lets go"
Qori sejak dari dulu ikut aku terus, mulai dari Smp, sma, bahkan sekarang kita satu kampus dan jurusan yang sama, sastra indonesia di universitas TRISA. Tidak tahu apa alasannya, aku tidak ingin tahu lebih darinya, ya munkin dia emang tidak punya pilihan atau emang dia tidak mau berpikir ribet.
Pagi ini, kita sengaja lewat jalan "Kasih" yang sering kita lewati. Dari jendela ankot aku melihat para petani sudah mulai terburu untuk bertemu sawah mereka. Kebanyakan mereka berangkat pagi-pagi sekali. jiwa semangat untuk bertahan hidup di desa ini tertanam begitu dalam di jiwa mereka. Jika dipikir lagi, penghasilan mereka tidak begitu besar, kadang satu bulan pun mereka tak punya hasil yang memuaskan. Memenam padi, bertani tembakau, itulah cocok tanam mereka. Biasanya mereka jual hasil tanamnya ke orang-orang China, karena mereka mematok harga yang lumayan tinggi. Tapi penghasilan mereka itu cuma satu tahun satu kali, munkin berkisar 8 jutaan, tapi bisa dibilang cukup untuk keperluan satu tahun. Karena hidup di desa bisa dikatakan relatif murah.
Itu pun kalau bertani tembakau dan itupun kalau tidak lagi tertimpa musibah. Kalau hujan menyerang atau padi mereka dimakan tikus, kadang mereka tidak punya penghasilan sedikit pun. Namun hal itu bukan hal yang perlu dikhawatirkan, karena mereka masih bisa bertahan hidup dengan simpanan hasil bertani mereka. aku mendapatkan informasi ini bukan hal mustahil, desa ini pasti aku lewati setiap hari dan ihwalnya tak pernah luput dari telinga karena letak geografisnya yang dekat dengan kotaku.
"Petani itu walaupun kelihatannya hidup mereka susah, mereka hidup tenang, seakan-akan tak punya beban"
Qori melemparkan kata-kata itu padaku yang sedari awal memerhatikan para petani. Dia seakan selalu tahu apa yang aku pikirkan. Aku hanya menggelengkan kepala mengiyakan perkataannya. Qori walaupun seberani itu, dia punya sisi lain yang kadang membuatku heran.
Selama perjalanan ke kampus, kita hanya menikmati pemandangan di luar jendela mobil sambil merenungkan apa saja yang terlintas di pikiran. Kadang aku mendengarkan cerita-cerita keseharian dari qori yang selalu saja aku jadi pendengar setianya. Ya kadang selera humor dia membuatku ketawa. Ya kadang juga garing. Dia selalu cerita apa saja padaku, tak ada filter kadang, munkin aku adalah teman yang buat nyaman untuk dia bercerita.
Sekitar 1 jam di angkot, kita sudah sampai di kampus. Karena letak kampus kita sekitar 30 km dari rumah. Itu pun dengan kecepatan tinggi ala sopir ankot desa. Kita turun di halte biasa, sekitar lima menit ke area kampus.
Tetibanya di halaman kampus, arah pandanganku tertuju pada satu sosok yang sengaja aku tidak ingin sama sekali bertemu dengannya. Tidak berharap malah, tapi entah pagi ini mengapa dia jadi orang pertama yang aku temui setelah qori. Perasaan dibuatnya kacau, resah, bimbang, canggung, segala rasa tak mengenakkan hadir seketika ketika bertemu dengannya.
"Woyy"
Nex...
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar